Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku Pemilih Generasi Z


Berbagai penelitian internasional menunjukkan bahwa media sosial memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku pemilih Generasi Z, terutama karena kelompok ini tumbuh sebagai digital native yang terbiasa mengakses informasi politik melalui TikTok, Instagram, X (Twitter), maupun YouTube. Studi-studi lintas negara menegaskan bahwa Gen Z jauh lebih sering mengandalkan media sosial sebagai sumber informasi politik dibandingkan media tradisional seperti televisi atau surat kabar (Arrazak, 2025). Bahkan, riset di Eropa dan Asia menemukan bahwa paparan informasi politik di media sosial berhubungan langsung dengan meningkatnya ketertarikan dan pengetahuan politik anak muda, sehingga membuat mereka lebih sadar isu sebelum memasuki masa pemilu (Venus, 2025). Dalam konteks Indonesia, Maripah (2023) menunjukkan bahwa strategi pemasaran politik berbasis media sosial berpengaruh signifikan terhadap voting intention Gen Z, terutama ketika konten dikemas dalam gaya visual, emosional, dan personal yang sesuai dengan identitas digital mereka.

Dari sisi positif, media sosial terbukti mampu meningkatkan literasi politik, partisipasi, dan keterlibatan anak muda. Studi Arrazak (2025) di Padang menunjukkan bahwa intensitas penggunaan media sosial dan tingkat kepercayaan politik memiliki hubungan signifikan dengan keterlibatan politik Gen Z dan milenial menjelang Pemilu 2024. Hal ini diperkuat oleh temuan Venus (2025) yang menyatakan bahwa interaksi politik di media sosial mulai dari berbagi konten hingga berdiskusi dapat mendorong partisipasi nyata, termasuk keinginan datang ke TPS. Dorongan dari teman sebaya juga memainkan peran besar. Ketika Gen Z melihat komunitas atau influencer mereka berbicara tentang isu tertentu, mereka terdorong untuk bersikap atau bahkan mengubah preferensi politiknya karena kebutuhan sosial untuk terhubung (Zulkifli, 2025). Dengan demikian, media sosial tidak hanya menjadi ruang konsumsi informasi, tetapi juga arena pembentukan identitas politik anak muda.

Namun, sejumlah penelitian internasional juga memperingatkan bahwa pengaruh media sosial tidak selalu positif. Platform seperti TikTok dan Twitter sangat rentan menyebarkan misinformasi, hoaks politik, dan konten manipulatif yang dapat memengaruhi pilihan politik secara emosional dan tidak berbasis data. Jaghatspanyan (2025) mencatat bahwa meskipun TikTok bisa meningkatkan partisipasi politik, platform tersebut juga mempercepat penyebaran konten politik tanpa verifikasi, sehingga menciptakan risiko tinggi terhadap distorsi informasi. Selain itu, algoritma media sosial menciptakan echo chamber dan filter bubble, membuat Gen Z hanya terpapar pada pendapat yang mereka sukai dan menghindarkan mereka dari pandangan berbeda. Studi Zulkifli (2025) menegaskan bahwa kondisi ini dapat memperkuat polarisasi dan menghambat diskusi publik yang sehat, terutama menjelang pemilu. Bahkan, beberapa eksperimen menemukan bahwa iklan politik berbayar justru memiliki pengaruh kecil terhadap pendaftaran pemilih, sementara konten organik, influencer, dan interaksi sosial jauh lebih berdampak (Unan, 2024).

Dalam konteks Indonesia, penelitian Maripah (2023) menyoroti bahwa konten politik yang bersifat personal misalnya menonjolkan citra kandidat, gaya komunikasi, atau kedekatan emosional lebih mudah menarik perhatian Gen Z dibandingkan debat kebijakan atau visi misi formal. Ini membuat Generasi Z rentan memilih berdasarkan popularity-based preference daripada evaluasi rasional terhadap program. Namun, temuan ini tidak berarti Gen Z bersifat apatis; mereka justru menunjukkan kebutuhan akan informasi politik yang sederhana, jujur, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Karena itu, penting bagi penyelenggara pemilu, pendidik, dan pemerintah untuk memperkuat literasi digital dan literasi politik, sehingga Gen Z mampu membedakan opini, fakta, dan propaganda, sebagaimana disarankan oleh Arrazak (2025) dan Venus (2025).

Secara keseluruhan, literatur internasional sepakat bahwa media sosial merupakan faktor penting namun bukan satu-satunya penentu perilaku memilih Generasi Z. Preferensi politik mereka tetap dipengaruhi oleh nilai keluarga, pengalaman sosial, kondisi ekonomi, lingkungan pendidikan, serta tingkat kepercayaan terhadap institusi politik. Namun, posisi media sosial sebagai ruang diskursif menjadikannya kanal dominan yang membentuk persepsi, sikap, dan keputusan Gen Z dalam momentum politik modern. Karena itu, pemahaman tentang dinamika penggunaan media sosial oleh Generasi Z dapat menjadi kunci bagi partai politik, pemerintah, dan masyarakat untuk menjaga kualitas demokrasi di era digital.

Posting Komentar untuk "Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku Pemilih Generasi Z"